Friday, April 1, 2011

Kampus Baca - Tugas Makalah Hukum Ketenagakerjaan

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Asal Mula Hukum Ketenagakerjaan
Asal muala adanaya Hukum Ketanagakerjaan di Indonesia terdiri dari beberapa fase jika kita lihat pada abad 120 sm . ketika bangsa Indonesia ini mulai ada sudah dikenal adanya system gotong royong , antara anggota masyarakat . dimana gotong royong merupakan suatu system pengerahan tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga yang dimaksudkan untuk mengisi kekurangan tenaga, pada masa sibuk dengan tidak mengenal suatu balas jasa dalam bentuk materi . sifat gotong royong ini memiliki nilai luhur dan diyakini membawa kemaslahatan karena berintikan kebaikan , kebijakan, dan hikmah bagi semua orang gotong royong ini nantinya menjadi sumber terbentuknya hukum ketanaga kerjaan adat . dimana walaupun peraturannya tidak secara tertulis , namun hukum ketenagakerjaan adat ini merupakan identitas bangsa yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia dan merupakan penjelmaan dari jiwa bantgsa Indonesia dari abad ke abad
Setelah memasuki abad masehi , ketika sudah mulai berdiri suatu kerajaan di Indonesia hubungan kerja berdasarkan perbudakan , seperi saat jaman kerajaan hindia belanda pada zaman ini terdapat suatu system pengkastaan . antara lain : brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria , dimana kasta sudra merupakan kasta paling rendah golongan sudra & paria ini menjadi budakdari kasta brahmana , ksatria , dan waisya mereka hanya menjalankan kewajiban sedangkan hak-haknya dikuasai oleh para majikan
Sama halnya dengan islam walaupun tidak secara tegas adanya system pengangkatan namun sebenarnya sama saja . pada masa ini kaum bangsawan (raden ) memiliki hak penuh atas para tukang nya . nilai-nilai keislaman tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena terhalang oleh didnding budaya bangsa yang sudah berlaku 6 abad –abad sebelumnya
Pada saat masa pendudukan hindia belanda di Indonesia kasus perbudakan semakin meningkat perlakuan terhadap budak sangat keji & tidak berprikemanusiaan . satu-satunya penyelsaiannya adalah mendudukan para budak pada kedudukan manusia merdeka. Baik sosiologis maupun yuridis dan ekonomis.
Tindakan belanda dalam mengatasi kasus perbudakan ini dengan mengeluarkan staatblad 1817 no. 42 yang berisikan larangan untuk memasukan budak-budak ke pulau jawa . kemudian thn. 1818 di tetapkan pada suatu UUD HB (regeling reglement) 1818 berdasarkan pasal 115 RR menetapkan bahwa paling lambat pada tanggal 1-06-1960 perbudakan dihapuskan
Selain kasus hindia belanda mengenai perbudakan yang keji dikenal juga istilah rodi yang pada dasarnya sama saja . rodi adalah kerja paksa mula-mula merupakan gotong royong oleh semua penduduk suatu desa-desa suku tertentu . namun hal tersebut di manfaatkan oleh penjajah menjadi suatu kerja paksa untuk kepentingan pemerintah hindia belanda dan pembesar-pembesarnya.
Pada awal pemerintahan RI, waktu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan jumlah kementerian pada tanggal 19 Agustus 1945, kementerian yang bertugas mengurus masalah ketenagakerjaan belum ada tugas dan fungsi yang menangani masalah-masalah perburuhan diletakkan pada Kementerian Sosial baru mulai tanggal 3 Juli 1947 ditetapkan adanya kementerian Perburuhan dan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1947 tanggal 25 Juli 1947 ditetapkan tugas pokok Kementerian Perburuhan Kemudian berdasarkan Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) Nomor 1 Tahun 1948 tanggal 29 Juli 1947 ditetapkan tugas pokok Kementerian Perburuhan yang mencakup tugas urusan-urusan sosial menjadi Kementerian Perburuhan dan Sosial, pada saat pemerintahan darurat di Sumatera Menteri Perburuhan dan Sosial diberi jabatan rangkap meliputi urusan-urusan pembangunan, Pemuda dan Keamanan.
Pada pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) organisasi Kementerian Perburuhan tidak lagi mencakup urusan sosial dan struktur organisasinya didasarkan pada Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 1 Tahun 1950 setelah Republik Indonesia Serikat bubar, struktur organisasi Kementerian Perburuhan disempurnakan lagi dengan Peraturan Kementerian Perburuhan Nomor 1 tahun 1951. Berdasarkan peraturan tersebut mulai tampak kelengkapan struktur organisasi Kementerian Perburuhan yang mencakup struktur organisasi Kementerian Perburuhan yang mencakup struktur organisasi sampai tingkat daerah dan resort dengan uraian tugas yang jelas. Struktur organisasi ini tidak mengalami perubahan sampai dengan kwartal pertama tahun 1954. Melalui Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 70 mulai te4rjadi perubahan yang kemudian disempurnakan melalui Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 77 junto Peraturan Menteri Perburuhan Nomor : 79 Tahun 1954. Berdasarkan Peraturan tersebut Kementerian Perburuhan tidak mengalami perubahan sampai dengan tahun 1964, kecuali untuk tingkat daerah. Sedangkan struktur organisasinya terdiri dari Direktorat Hubungan dan Pengawasan Perburuhan dan Direktorat Tenaga Kerja.
Sejak awal periode Demokrasi Terpimpin, terdapat organisasi buruh dan gabungan serikat buruh baik yang berafiliasi dengan partai politik maupun yang bebas, pertentangan-pertentangan mulai muncul dimana-mana, pada saat itu kegiatan Kementerian . Perburuhan dipusatkan pada usaha penyelesaian perselisihan perburuhan, sementara itu masalah pengangguran terabaikan, sehingga melalui PMP Nomor :12 Tahun 1959 dibentuk kantor Panitia Perselisihan Perburuhan Tingkat Pusat (P4P) dan Tingkat Daerah (P4D).
Struktur Organisasi Kementerian Perburuhan sejak Kabinet Kerja I sampai dengan Kabinet Kerja IV (empat) tidak mengalami perubahan. Struktur Organisasi mulai berubah melalui Peraturan Menteri Perburuhan Nomor : 8 Tahun 1964 yaitu dengan ditetapkannya empat jabatan. Pembantu menteri untuk urusan-urusan administrasi, penelitian, perencanaan dan penilaian hubungan dan pengawasan perburuhan, dan tenaga kerja.
Dalam perkembangan selanjutnya, organisasi Kementerian Perburuhan yang berdasarkan Peraturan tersebut disempurnakan dengan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 13 Tahun 1964 tanggal 27 November 1964, yang pada pokoknya menambah satu jabatan Pembantu Menteri Urusan Khusus.
Dalam periode Orde Baru (masa transisi 1966-1969), Kementerian Perburuhan berubah nama menjadi Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) berdasarkan Keputusan tersebut jabatan Pembantu Menteri dilingkungan Depnaker dihapuskan dan sebagai penggantinya dibentuk satu jabatan Sekretaris Jenderal. Masa transisi berakhir tahun 1969 yang ditandai dengan dimulainya tahap pembangunan Repelita I, serta merupakan awal pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT I).
Pada pembentukan Kabinet Pembangunan II, Depnaker diperluas menjadi Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi, sehingga ruang lingkup tugas dan fungsinya tidak hanya mencakup permasalahan ketenagakerjaan tetapi juga mencakup permasalahan ketransmigrasian dan pengkoperasian. Susunan organisasi dan tata kerja Departemen Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi diatur melalui Kepmen Nakertranskop Nomor Kep 1000/Men/1975 yang mengacu kepada KEPPRES No 44 Tahun 1974.
Dalam Kabinet Pembangunan III, unsur koperasi dipisahkan dan Departemen Tenaga kerja , Transmigrasi dan Koperasi, sehingga menjadi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans). Dalam masa bakti Kabinet Pembangunan IV dibentuk Departemen Transmigrasi, sehingga unsur transmigrasi dipisah dari Depnaker Susunan organisasi dan tata kerja Depnakerditetapkan dengan Kepmennaker No. Kep 199/Men/1984 sedangkan susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Transmigrasi Nomor : Kep-55A/Men/1983.
Pada masa reformasi Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Transmigrasi kemudian bergabung kembali pada tanggal 22 Februari 2001. Usaha penataan organisasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi terus dilakukan dengan mengacu kepada Keputusan Presiden RI Nomor 47 Tahun 2002 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja.
B.    Rumusan Masalah
Sekian banyak persoalan tentang ketengakerjan menjaikan ketenagakerjaan ini mekajadi sebuah polemik didalam kehidupan sehari-hari kita. Tidak jarang banyak terjadi perselisihan antara pengusaha dan buruh, atau yang lebih dikenal dengan perselisihan hubungan industrial
Masalah yang saya angkat dalam makalah ini adalah “pekerja harian lepas” memang sangat ironis dengan kehidupan sehari-hari kita perkerja harian lepas ini menjadi fenomena menarik. Dimana pekerja hanya bekerja separuh waktu dan digaji sesuai pekerjaannya tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Ketentuan Pekerja Harian atau Lepas
Pekerja harian atau lepas adalah pekerja yang diupah sesuai dengan kehadirannya dalam melakukan pekerjaannya, sisitem upah disesuaikan dengan cara absensial. Yang menjadi permasalhan disini adalah, bolekah mengadakan pekerja harian dalam suatu perusahaan, dan jawabannya dapat kita temukan di KEPMEN Nakertrans No 100 Tahun 2004 Pasal 10. Yakni
Pasal 10
1)    Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas.
2)    Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan.
3)    alam hal pekerja/buruh bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu/kontrak kerja)
Pasal 11
1). Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan dari ketentuan jangka waktu PKWT pada umumnya (dengan kata lain tidak ada ketentuan mengenai jangka waktu)
Pasal 12
1)    Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan para pekerja/buruh
2)    Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuat berupa daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sekurang-kurangnya memuat:
a.    nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja.
b.    nama/alamat pekerja/buruh.
c.    jenis pekerjaan yang dilakukan.
d.    besarnya upah dan/atau imbalan lainnya.
Jika melihat konteks sosial yang terjadi sangat disesali jika adaya perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja dengan sistem kerja harian ataulepas, namun kondsi bangsa dan perekonomian yang carut-marut ini menyebabkan dibolehkannya sistem pekerja semacam ini.
Sedangkan menurut tinjauan dilapangan, dengan mengunakan sistem ini, antara pekerja dan dan majikan tidak terjadi ikatan kerja yang kuat, karena sistem jaminan kerja yang diterapka tidak menjamin hak-hak pekerja. Coba seandainya terjadi perselisihan hubungan industrial, maka pihak yang sangat dirugiakan disini adalah pekerja itu sendiri. Dikarenakan sisten kerja lepas / harian ini bertitik berat kepada kepentingan si majikan itu sendiri.
Pekerjaan hariaan lepas semacam ini banyak kita temui di perusahaan-perusahaan Tambang minyak dan perusahaan-perusahaan yang mengunakan sistem tender, dalam merekrut pekerjannya, sehingga membutuhkan tenaga kerja tambahan. Jika skala kecil kita dapat melihatnya pada proyek-proyek pekrjaan umum, disitu rata-rata pekerja yang direkrut mengunakan sistem kerja harian / lepas, yang diupah sehari sekali sesuai dengan intensitas kehadiran masing-masing pekerja.
Jika melihat dari kondisi pekerja, berepa lamakah waktu maksimal untuk mempekerjakan tenaga kerja harian / lepas.adalah.Bila merujuk pada PerMen 06/1985 (yang sudah obsolete), maksimalnya adalah 3 bulan. Sedangkan sesuai KepMen 100/2004 tidak diatur secara jelas waktu maksimalnya. Jadi hal ini mengesankan pemerintah tidak membatasi waktu masimal untuk pekerja harian lepas, atau dengan sengaja memberikan kelonggaran kepada perusahaan yang menerapkan sistem kerja harian / lepas.
B.    Dasar Hukum Ketenagakerjaan
Hukum ketenagakerjaan Indonesia diatur dalam Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan itu sendiri dibuat untuk menjadikan tenaga kerja mendapatkan kedudukan atas hak yang sama di dalam perusahaan/lapangan kerja tersebut.
Selain diautur dalam undang-undang hukum ketenagakerjaan pun diatur dalma Keputusan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi No.100 Tahun 2004 tentang ketentuan pelaksanaan perjanjian waktu tertentu.
Dengan adanya undang-undang ini maka diharapkan adanya jaminan hukum antara pekerja dan majikan, seperti kita ketahui bersama, sebelum adanya undang-undnag ini ketenagakerjaan di Indonesia sangat merisaukan, betapa tidak, hampir disetiap perusahaan melakukan pelanggaran terhadap hak-hak pekerja.
Seperti kita ketahui bersama Undang-undang ini lahir pada fase reformasi, sehingga menjadikan Undang-undang ini menjadi prodak hukum yang sangat mengakomodir seluruh kepentingan dari masyarkat, khususnya pekerja.
C.     Landasan, Asas-Asas   dan Tujuan
Landasan, asas-asas dan tujuan hukum ketenagakerjaan diatur dalam Pasal 2-4 Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yakni berbunyi :Pasal 2 “Pembangunan ketenagakerjaan berlandasan Pancasila dan Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sedangkan untuk tujuan hukum ketenagakerjaan diaturdalam pasal 4 Undang-undang No 13 Tahun 2003 Teentang ketenagakerjaan yang berbunyi : Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :
1.    memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
2.    mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
3.    memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan
4.    meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Pembangunan ketanagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah artinya asas pembangunan ketanagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional khususnya asas demokrasi pancasila serta asas adil dan merata.
D.    Ruang lingkup ketenagakerjaan
Ruang lingkup ketenagakerjaan meliputi : pra kerja, masa dalam hubungan kerja, masa purna kerja ( post employment) Jangkauan hukum ketenagakerjaan lebih luas bila dibandingkan dengan hukum perdata sebagaimana di atur dalam buku III title 7A yang lebih menitik beratkan pada aktivitas tenaga kerja dalam hubungan kerja
E.    pelaksanaan hubungan kerja di Indonesia
Pasal 1 angka 15 UU no.13 th. 2003 disebutkan bahwa :
“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsure-unsur pekerjaan , upah dan perintah” Hubungan kerja adalah suatu hubungan pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu namun waktu yangtidak tertentu
F.    Perjanjian Kerja
Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.”
1.    Pengertian luas dan lemah
“Sudikno Mertokusumo , “ :
“perjanjian adalah subjek hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum .”
* Definisi pejanjian klasik , “
perjanjian adalah perbuatan hukum bukan hubungan hukum     (sesuai dengan pasal 1313 perjanjian adalah perbuatan ).”
2.    Pengertian perjanjian kerja
Dalam KUHPerdata , pasal 1601 titel VII A buku III tentang perjanjian untuk melakuakn pekerjaan yang menyatakan bahwa : “selain perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa yang diatur oleh ketentuan yang khusus untuk itu dan untuk syarat-syarat yang di perjanjikan dan jika itu tidak ada , oleh karena kebiasaan , maka ada dua macam perjanjian dengan mana pihak yang lain dengan menerima upah, perjanjian perburuhan dan pemborong pekerjaan.”
3.    Unsur-unsur dalam perjanjian kerja :
KUHPerdata pasal 1320 (menurut pasal 1338 (1) ) menyatakan sahnya perjanjian : Mereka sepakat untuk mengakibatkan diri
a.    * Cakap untuk membuat suatu perikatan
b.    * Suatu hal tertentu
c.    * Suatu sebab yang hallal
4.    Syarat subjektif : mengenai subjek perjanjian dan akibat hukum M.G Rood (pakar hukum perburuhan dari belanda ), 4 unsur syarat perjanjian kerja : * Adanya unsure work (pekerjaan ) Dalam suatau perjanjian kerja haruslah ada pekerjaan yang jelas yang dilakukan oleh pekerja dan sesuai denagan yang tercantum dalam perjanjian yang telah disepakati dengan ketentuan –ketentuan yang tercantum dalam UU no.13 thn. 2003
a.    Adanya unsure service (pelayanan)
b.    Adanya unsure time (waktu )
c.    Adanya unsure pay (upah )
5.    Bentuk Perjanjian Kerja :
Dalam praktik di kenal 2 bentuk perjanjian
a.    Tertulis
Di peruntuk perjanjian-perjanjian yang sifatnya tertentu atau adanya kesepakatan para pihak, bahwa perjanjian yang dibuatnya itu menginginkan dibuat secara tertulis , agar adanya kepastian hukum
b.    Tidak tertulis
bahwa perjnjian yang oleh undang-undahng tidak disyaratkan dalam bentuk tertulis Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dlam Perjanjian Kerja Subjek dari perjanjian kerja adalah orang-orang yang terikat oleh perjanjian yang di buatnya Hak dan kewajiban subjek kerja , diman hak merupakan suatu tuntutan & keinginan yang di peroleh oleh subjek kerja ( pengusaha dan pekerja ). sedangkan kewajiban adalah para pihak , disebut prestasi
6.    Berakhirnya Perjanjian Kerja 
Alasan berakhirnya perjanjian kerja adalah :
a.    Pekerja meninggal dunia
b.    Berakhir karena jangka waktu dalam perjanjian.
c.    Adanya putusan pengadilan dan atau putusan atau penetapan lembaga penyelsaian perselisihan hubungan industrial
d.    Adanya keadaan atau kejadian yang di cantumkan dalam perjanjian kerja
e.    Pemutusan hubungan kerja
G.    Istilah dan pengertian hubungan kerja
1.    Deter mination , putusan hubungan kerja karena selesai atau berakhirnya kontrak kerja
2.    Dissmisal, putusan hubungan kerja karena tindakan indisipliner
3.    Redudancy, pemutusan hubungan kerja yang berkaitan dengan perkembangan tekhnologi
4.    Retrechtment, pemutusan hubungan kerja yang berkaitan dengan masalah ekonomi
5.    F.X. Djumialdji Pemutusan hubungan kerja adalah suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara buruh dan majikan karena suatu hal tertentu.
6.    Pasal 1 angka 25 UU no.13 thn. 2003
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena sesuatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara perkara (buruh dan pengusaha )
H.    Dua macam –macam pemutusan hubungan kerja
1.    pemutusan hubungan kerja demi hukum hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja berhenti dengan sendirinya yang mana kedua belah pihak hanya pasif saja , tanpa suatu tindakan atau perbuatan salah satu pihak pemutusan hubungan kerja ini terjadi pada saat perjanjian kerja pada waktu tertentu, (pasal 1.1 Kep. Men tenaga kerja & transmigrasi no: Kep.100/ Men/ V/ 2004 tentang keterangan pelaksanaan perjanjian kerja , waktu tertentu )
2.    Pekerja meninggal dunia
pasal 61 ayat 1 huruf a UU no.13 thn. 2003 ditegaskan bahwa perjanjian kerja berakhir apabila pekerja meninggal dunia namun hak-hak nya bisa di berikan pada ahli waris (61.a(5)
pemutusan hubungan kerja oleh pekerja dapat terjadi karena :
a.    Masa percobaan
b.    Meninggalnya pengusaha
c.    perjanjian kerja untuk waktu tidak tentu
d.    pekerja dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu
pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha
a.    pemutusan hubungan kerja dilakuakan oleh pengusaha dengan membayarkan uang pesangon, sebagai upah akhir.
b.    Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan
c.    Keputusan yang di tetapkan oleh pengadilan tentang pemutusan hubungan kerja dalam pengadilan perdata yang biasa berdasarkan surat permohonan oleh pihak yang bersangkutan.karena alas an – alas an penting.
I.    Penyelsaian hubungan kerja
Dibedakan atas dan bagian :
1.    menurut sifatnya
2.    perselisihan kolektif
3.    perselisihan perseorangan
4.    menurut jenisnya
a. perselisihan kepentingan
b.    system pengupahan
Di pandang dari sudut nilainya upah dibedakan antara upah nominal dengan upah riil
a.    upah nominal adalah jumlah yang berupa uang
b.    upah riil adalah banyaknya barang yang dapat dibeli oleh jumlah uang itu
menurut cara menetapkan upah dibagi kedalam system-sistem pengupahan , sebagai berikut :
1.    system upah jangka waktu
2.    upah yang ditetapkan menurut jangka waktu pekerja . melakukan pekerjaan
3.    system upah potongan

BAB III
PENUTUP
A.    Keseimpulan
Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan merupakan landasan yuridus bagi setiap pekerja di Indonesia, tidak memandang bulu, baik yang bekerja diperusahaan besar atau perusahaan kecil, sekalipun pekerjaan yang berskala rumahan.
Pekerja harian / lepas adalah sebuah komponen ekonomi kemasyarakatan, yakni penggerak sebuah roda ekonomi bangsa, untuk itu menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja dengan sistem semacam ini.
Dengan diberlakukannya KepMen No 100 Tahun 2004 tentang ketentuan pelaksanaan perjanjian waktu tertentu memberikan kebebasan kepada pengusaha / perusahaan untuk memberlakukan  sistem kerja seperti ini. Disisi lain juga pekerja harian lepas harus memiliki jaminan akan pekerjaannya kelak agar tidak terjadi kesewenangan terhadap pekerja, karena italah fungsi dan tugas dari pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan.
Tidak adanya perlindungan kerja yang tetap sehingga memberikan keleluasaan kepada majikan / perusahaan melakukan sesuatu sesuka hatinya kepada pekerja harian / lepas.
B.    Saran
Sesuai dengan ketentuang perundang-undangan undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengingatkan kita akan haknya pekerja, yang sesuia dituangkan di dalam undang-undnag tersebut.
Mengingat hukum itu bersifat dinamis, sehingga mengharuskan kita untuk selalu meperbaharui hukum tersebut, Undang-Undang No 13 tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika masyarakat. Untuk itu diharapka diadakannya perubahan terhadap undang-undang tersebut.
Hak dari pekerja mendapatkan hak yang semestinya didalam undang-undang ini tidak diatur secara terperinci. Didalamnya, untuk itu diharapkan kedepannya didalam memperbaiki sistem dari perangkat hukum yang memadai khususnya untuk ketenagakerjaan
www.iskandardaulima.blogspot.com

2 komentar:

obat mata minus said...

saya sering berkunjung di blog-blog, postingan ini sangat menarik serta enak dibaca.... saya berharap bisa berkunjung lagi

Anonymous said...

Terima kasih . . .

Post a Comment